Perempuan itu dipilih karena hartanya, kecantikannya,
keturunannya, dan …
Hari itu sangat cerah, matahari bersinar, langit bersih
tanpa awan, dan kebahagiaan hadir tumpah ruah. Walau undangan hanya sedikit,
dan kami tidak mengadakan pesta besar, sahabat dan kawan baik kami berdua
hadir, keluarga dan kerabat terdekat pun datang. Sebuah perayaan sederhana dan
berkesan dalam satu langkah kehidupanku. Aku telah sah menjadi istri dari Mas
Rindang.
Laki-laki ini sangat lembut, sekalipun kata teman-temannya
wajahnya penuh emosi yang tidak bisa diterjemahkan. Tapi aku sudah merasakan
kasih sayangnya cukup lama. Bimbingan dan ketelatenannya melayani semua
pertanyaan absurd-ku, hingga ruang dadanya yang terbuka menerima air-mataku.
Aku mengaguminya, sekalipun belum mencapai titik mencintainya, seperti dia
mencintaiku.
Acara hari itu usai, dan langit malam yang bertabur bintang
menjadi layar lebar bagi pertunjukan keberadaan kami di bumi. Saling menerima
dan memasrahkan diri, juga berjanji untuk tidak mengeluhkan kekurangan yang
kelak akan kami temukan dalam ikatan kebersamaan ini. Aku masih mengingat
dengan jelas seluruh urutannya, hingga akhirnya bibir kami saling menyapa untuk
kali pertama. Ketakutanku karena dia yang mencintaiku luluh, aku mengalah. Aku
menerimanya.
Ikatan janji itu menghapus semua khawatirku, khawatir karena
seseorang yang kuinginkan telah menemukan seseorang yang lain, yang dia pilih.
**
Nah, siapa yang tidak kenal Lena. Kalau pun ada orang yang
tidak tahu namanya, pasti mengenal wajahnya. Billboard besar di mall-mall
memasang wajah cantinya. Toko baju ternama di deretan butik internasional
memiliki wajah dan penampilannya di dalam halaman katalognya. Sekalipun dia
tidak memperkenalkan diri sebagai orang terkenal, semua akan mengenalinya. Dan
cerita Syaamil menemukan Lena adalah yang ter-buruk dari cerita drama yang pernah
ada.
Malam menjelang aku tidur, satu panggilan masuk, dan nama
Syaamil disana.
“Alyssa, kamu belum tidur, kan? Dengar dulu ceritaku sebelum kamu tidur. Ini cerita hebat.”
“Kamu dimana?”
“Aku dikamarku, dirumah.”
“Kalau kamu cerita dengan suara begitu, seiei rumah bisa
dengar.”
“Oh, iya.” Dia menurunkan volume suaranya, setengah berbisik, dan mulai bercerita.
Penerbangan dari London, dia duduk disebelah Lena. Saat
membuka halaman majalah ditangannya, dia masih belum sadar. Namun perempuan itu
menyapanya lebih dulu, dan bertanya, tentang bagaimana penampilan model di
halaman cover majalah itu.
Pembicaraan yang tidak penting, menjadi obrolan panjang
selama penerbangan itu, mereka bertukar nomor telpon, dan saling berjanji untuk
bertemu lagi akhir minggu itu. Mereka terus menerus berkirim pesan, sampai aku
sedikit merasa mual mendengar cerita itu terus-menerus diulang.
Yah, Syaamil. Sebenarnya dia bisa mendapatkan gadis cantik
manapun yang dia mau. Dengan wajahnya yang berkarisma, dengan senyuman
ramahnya, dengan kecerdasan otak bisnisnya. Dengan totalitasnya. Tapi dia
memasang standar tinggi untuk seorang calon pendamping hidup, dan itu bukan
aku.
“Kalau dia kaya, dia harus lebih kaya dari aku. Dan kalau dia cantik, dia harus lebih cantik dari kamu.” Walau kalimat itu diucapkan setengah bercanda, tapi aku kenal Syaamil, aku sangat paham apa artinya.
Karena dulu… sangat dulu… sebelum kami sama-sama menyandang
status anak kuliahan, dia pernah bilang. “Aku tidak akan mudah jatuh cinta,
sekalipun itu pada perempuan cantik sepertimu. Aku perlu lebih banyak
mempertimbangkan, tentang apakah itu cinta, atau kelak aku akan menikah
dengannya.”
Dan sepanjang usia aku berkawan baik dengan Syaamil, satu
kali itulah dia menyebut nama seorang perempuan dengan penuh antusias. Saat itu
aku tau, kawanku telah menemukan pujaan hatinya.
Cukup lama aku tidak mendapatkan kelanjutan cerita antara
Syaamil dan Lena. Kesibukanku di kampus membuatku melupakan antusiasnya Syaamil
menjalani hari-harinya bersama Lena. Hingga pesan itu masuk, dan aku menyadari
sudah satu tahun kebersamaan mereka, sehingga Syaamil memberanikan diri melamar
Lena. Dan Lena menerimanya.
Alyssa, kamu orang pertama yang harus tau berita bahagia ini.Lena menerima lamaranku. Kami akan segera menikah.Ini benar-benar sempurna. Seorang gadis dengan kekayaannya yang tidak pernah membuatnya merasa kurang, dengan kecantikannya yang diakui oleh semua penduduk bumi, dengan silsilah keluarga yang ternyata … aku kenal sebagian dari mereka yang bekerja di perusahaan yang sama denganku di London. Dan yang terpenting, Lena mengakui kalau dia merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan.
Love at the first sight.Kamu percaya itu, kan?
Remuk redam dalam hati yang ternyata tidak sanggup lagi aku
tutupi, menjadi banjir air mata yang menguras hamper seluruh daya hidupku. Aku
tau, aku tidak lebih dari seorang kenalan baginya sejak saat itu, sejak Lena
mengambil bagian dalam kehidupannya.
Aku mengirimkan undangan pernikahanku pada Syaamil, dia
sudah menerimanya. Dia mengabariku. Tapi dia tidak mengirimkan undangan
pernikahannya. Tidak perlu ditanya kenapa. Karena aku tau jawabannya, sejak
awal.
Ya, Lena memintanya menghapus namaku dari kehidupannya.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar