do not piracy!

do not piracy!
this blog is my creativity

Rabu, 10 Mei 2017

novela : remake - pernikahan kedua (2-2)

(ii)
Antara pernikahan, dua anak, dan permintaan yang sulit aku penuhi.


Sebuah impian, dan entah apa itu sama atau tidak dengan impianmu. Menikahi perempuan cantik yang kaya dan mandiri. Berdedikasi pada hidup dan masa depannya, namun juga penuh kasih dan sayang pada dirimu, kawan kerabatmu, juga anak-anakmu kelak. Apa kamu punya impian yang sama denganku?

Dan saat itu , aku rasa aku sudah cukup mapan, hingga aku berani mengajukan diri unuk melamar seorang gadis cantik yang sangat terkenal di dunia selebrita. Seorang model berkelas, yang sangat ramah, dengan senyuman cantik penuh kasih. Apa kamu ingin tahu siapa?

Nama aslinya Aleena. Namun dia memintaku memanggilnya dengan nama yang biasa dipakai keluarganya untuk menyapanya, LENA. 

Kalau mau dibilang lebih tua, aku tidak akan menyebutnya begitu. Walau memang Lena lahir lebih dulu dari pada aku, tapi dia sangat muda dan cantik. Jika disandingkan denganku, mereka pasti akan mengira usia kami sama. 

Saat pertama kali mengenalnya, dengan sangat egois aku merasa bahwa aku kelak akan memiliki dia. Entah kenapa hal itu ada dalam benakku. Namun saat kami berpisah di bandara, dia benar-benar memberiku nomor telpon dan alamat emailnya.

"Telepon saya kalau kamu gak sibuk." Dia menyerahkan selembar kartu nama.

"Pasti."

Kami tidak berjabat tangan, tapi lima langkah dia berjalan menjauh, sedetik dia kembali menoleh dan melambaikan tangan.

--.

Dua bulan setelah pertemuan itu, aku mendapatkan tugas pertama untuk berangkat ke China. Sebelumnya aku mencoba untuk mampir ke Jakarta, satu malam menginap di hotel termurah yang bisa kubayar sendiri. Tapi ternyata niatanku menemui Lena tidak berhasil, dia sedang berada di Yunani untuk pemotretan. Sepulang dari China di bulan berkutnya, aku kembali mencoba menemuinya di Jakarta. Ternyata kami memang belum bisa bertemu muka langsung.

Hingga suatu pagi, seingatku itu adalah minggu pertama tahun baru. Lena menelponku dan menanyakan sebuah alamat.

"Sepertinya aku tersesat, tapi rasanya sudah sangat dekat." Aku keluar kamar, berlari menyusuri gang perumahan tempatku tinggal, mencoba memastikan kalau dia memang datang untuk menemuiku.

"Ada pohon mangga besar, tapi sepertinya buahnya sudah hampir habis. Mobilku tidak bisa masuk, jalannya terlalu sempit. Aku jalan kaki saja, ya."

"Tunggu!" Dan aku menemukan wajah cantik itu, dia sudah membuka pintu mobilnya.

"Hai." Dia melambaikan tangan menyapaku.

Sudah satu tahun sejak pertemuan pertama kami, dan kali ini aku berdiri dihadapannya lagi.

--.

"Mumpung aku lagi ada kerjaan disini, sekalian deh aku coba cari alamatmu. Tadi panduannya aku coba cari pakai internet, tapi masih agak susah ternyata." Senyumannya tidak berubah, aku tetap mengaguminya.

"Kamu apa kabar? Pasti belum mandi, ya?" Kali ini aku tertunduk, antara malu dan rasa haru yang bercampur, tapi aku ragu, apa alasannya datang menemuiku.

"Kenapa tidak kasi kabar kalau mau datang?" tanyaku akhirnya. Aku berusaha menahan emosiku yang gaduh dan riuh dalam otakku.

"Gak bakal jadi kejutan, dong. Lagian, aku memang niatnya mau ketemu kamu, sekalian ngajak keluar nanti sore. I need a best man." Dia meraih jemariku, menyisipkan jemarinya diantara jemariku.

"Acara apa?" Tanyaku datar, aku sedang tidak ingin termakan emosi dan kegalauan yang bercampur dalam perang hatiku.

"Sepupu aku menikah, pestanya nanti malam. Dia bilang aku gak boleh datang sendiri. Lagi pula, kita sudah terlalu lama gak ketemu."

"Kamu hanya datang sebagai tamu?" Aku tidak yakin dengan ajakannya.

"Nggak sih, aku diminta untuk jadi bridesmaid lebih tepatnya. Dan …"

"Dan apa?"

"Menyanyi."

Kepalaku serasa baru di-bom.

"Di chat kamu bilang, kamu bisa main gitar. I want you to play a song?" Setengah hati dia bertanya, walau sebenarnya itu adalah permintaan.

"OK. Satu lagu."

Mendandak senyuman itu merekah, dan rasa hatiku luluh lantak. Aku rasa tak mungkin untuk menunda lagi keinginanku.

Dan malam itu aku memainkan gitar akustik, mengiringinya menyanyikan satu lagu. Lagu yang sepanjang dia menyanyikannya, mataku selalu bertemu dengan tatapan manisnya yang semakin meluluhkanku.

... And in this crazy life
And through these crazy times
It’s you, it’s you, You make me sing
You’re every line
You’re every word, you’re everything
You’re every song, and I sing along
‘Cause you’re my everything
(Michael BublĂ© – Everything)

--.


(bersambung)

google*cintalaura


1 komentar: