do not piracy!

do not piracy!
this blog is my creativity

Rabu, 19 Juni 2013

novela : Malika [ mimpi ke-4 ]

Ghani, lelaki, suami, dan seorang yang baru dikehidupan Malika. Dia harus membiasakan diri dengan keberadaan Malika, seorang istri yang hanya muncul saat sore menjelang hingga matahari naik sepenggalah. Perempuan yang bahkan selalu menyempatkan diri untuk mengambil alih pekerjaan pelayannya, walau itu hanya sekadar mengadukkan gula dalam cangkir tehnya. Malika yang menentukan, segala yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan terhadapnya, terhadap jasadnya. Dan kuncinya hanya satu, Ghani tidak boleh meragu, atau dia akan terus saja menangis saat kembali mengeja perjanjian yang telah disepakatinya dengan Malika.

Ketika pernikahan itu terikat sebuah perjanjian, mereka pasti bertanya, apakah ada kebahagiaan?

Bagi Ghani, Malika adalah sesuatu yang sangat berharga. Dimiliki, tak mungkin dijual, tak pula terlalu sering disentuh. Seseorang yang harus ia percaya, dan seutuhnya mampu menjaga diri. Malika menunjukkan caranya pada Ghani, bagaimana ia ingin dimanja dan diperhatikan. Malika mengatakan pada Ghani, apa yang ia inginkan dan yang tak pernah ia akan lakukan.

Semuanya tertata rapi, tampak indah, mereka berdua melakukannya suka-rela, suka sama suka. Tulus dan…

Malika menentukan banyak detail dalam kehidupannya dengan Ghani. Mulai dari jam saat dimana mereka berdua duduk menikmati sarapan. Apakah hari itu dia berangkat kerja diantar atau saat pulang dari kantor ia ingin naik kendaraan umum. Sampai bagaimana cara mereka berbagi cerita, waktu dan tempat, Malika yang selalu menentukan. Mereka akan bilang itu superioritas, yang lain akan katakana itu egois, tapi bagi Malika dirinya tetap dirinya, ia tidak ingin seketika berubah, begitu saja melakukan apa yang orang inginkan darinya, itu bukan caranya.

***

Tahun pertama pernikahan itu cukup indah untuk disimak, tapi sebenarnya Ghani memang menghadapi beragam cobaan. Saat setiap kali ia mendapatkan pesan singkat di kotak surelnya, dari Malika. Dimana perempuan itu selalu bercerita tentang kesehariannya, siapa saja yang ditemuinya, juga tentang laki-laki yang menghampirinya. Banyak laki-laki yang menyapa dan hanya sekedar untuk menanyakan, apa Malika bersedia menikmati makan malam bersama mereka.
Kamu tahu? Aku selalu menunjukkan cincinku, dan mereka bertanya. Lelaki mana yang menjadi suamimu? Apa dia semiskin itu? Kenapa kamu mau bersuamikan orang miskin yang hanya bisa memberimu cincin polos itu?
Tapi kamu pasti tahu bagaimana aku menyikapi pertanyaan-pertanyaan itu.
Ya, seakan-akan mereka bisa memahami aku lebih dari kamu. Bahkan dengan hadiah-hadiah yang mereka sodorkan padaku, mereka seakan-akan bisa membeli aku dengan semua yang mereka miliki.
Hingga satu hari, di tahun kedua pernikahan mereka. Malika mengiriminya sebuah pesan bergambar.



...

**bersambung**

2 komentar:

  1. pemotongan ceritanya sempurna banget
    bikin penasaran deh -_-

    BalasHapus
  2. hi ikuti balik blog saya ada beberapa cerpen yang bisa anda baca disana ;)

    BalasHapus