do not piracy!

do not piracy!
this blog is my creativity

Minggu, 07 Juli 2013

novela : 7 Juli 2013 [ DANIS ]

Kenapa laut harus biru? Padahal lelaki itu langit biruku. Dan aku adalah ombak.

Pengacau yang tidak bisa bersikap menyenangkan, saat bersanding dengan langit di tepi cakrawala. Dengan biru yang tak biru, dengan hijau yang tak hijau. Metamorfosis menyebalkan yang tak bisa dideskripsikan.
Aku yang hanya seorang nelayan, menatap jutaan bintang di langit biru malam yang dibingkai gelap. Ada Galaksi Biru disana, lelaki langitku yang terlalu tinggi untuk jadi mimpiku, terlalu jauh untuk bisa kuraih dalam nyata hari ini. Biar saja kulemparkan jala di cermin langit malam yang luas ini. Karena hanya dengan ini bisa kupeluk dia yang jadi rinduku.
Wisnu meraih ponselnya, dan sesaat dia menulis pesan singkat dengan cepat. Di seberang jalan lain di kota ini, Danis masih menatap laptopnya dengan marah. Ada bait yang tidak bisa diselesaikannya, dan sebelum dia menggaruk kepalanya kuat-kuat karena tidak mendapatkan satu kata yang tepat untuk melengkapi baitnya, satu pesan hadir di ponselnya, dari Wisnu.

> Siapa Galaksi Biru?

Danis terdiam membeku, apa harus mengaku lewat pesan singkat? Lima menit, sepuluh menit. Danis hanya menatap diam pesan singkat dari Wisnu di layar ponselnya, sampai satu nama muncul, sebuah panggilan.

“Halo.”
“Danis, kamu belum tidur kan?”
“Belum, Kak.”
“Aku kerumahmu, ya.”
“Ngapain, Kak?”
“Aku mau ngomong sama kamu.
“Iya.”

Lima belas menit berikutnya, Danis sedang menatap cowok jangkung yang adalah cinta pertamanya itu.

“Siapa Galaksi Biru?” Satu kalimat pembuka yang tak ingin Danis jawab, tapi dia mencobanya. Memulainya dengan mengangkat wajahnya, menemukan bintang yang mengisi langit malam itu.

“Dulu, ada seorang cowok yang cerita padaku tentang bintang-bintang di langit itu. Dan dari banyak bintang, benda langit di angkasa, ada yang namanya Galaksi. Setelah aku belajar, aku kenal beberapa nama galaksi, salah satunya Galaksi Biru.” Danis mengalihkan pandangannya pada Wisnu.

“Tau gak siapa yang cerita soal bintang itu padaku?” Danis berusaha, memaksa Wisnu membuka album masa lalu yang sempat dilupakannya.

“Kak Wisnu cerita padaku hari itu. Tapi beberapa bulan kemudian, sebelum kelulusan kelas enam-ku, papaku dipindah-tugaskan ke Manado. Jadi, waktu kembali ke kota ini, aku memutuskan untuk mencari Kakak. Hanya saja, baru beberapa bulan yang lalu, aku tau kalau orang yang aku cari itu kakak.”

“Aku?”

“Iya, kakak gak ingat?” Danis menunjuk satu bintang dan menarik jarinya mengikuti lengkungan bulan sabit muda dihadapan mereka.

“Nenis?” Wisnu mencoba memastikan, ingatannya tak begitu baik tentang masa lalu itu.

“Kakak dulu memang panggil aku Nenis, tapi nama aku Danis.” Seakan tidak percaya Wisnu mengulum senyumannya, menahan tawanya yang tiba-tiba meledak.

“Kenapa Kak?” Danis mencoba memahami apa yang ada dalam otak Wisnu.

“Sorry, aku memang gak ingat kalau kamu Nenis. Satu, rumah kamu pindah. Dua, dulu kamu itu berisik banget, gak sependiam sekarang, apalagi puitis? Gak banget pokoknya. Tiga, kamu dulu panggil aku Abang, bukan Kakak. Dan terakhir...” Wisnu menahan tawanya sekali lagi.

“Apa?” Wisnu terlalu lama tertawa, dia mengatur nafasnya untuk mengatakannya dengan baik dan benar.

“Sekarang kamu jadi lebih cantik dan menyenangkan.”

Dulu, Bang Wisnu pernah menjelaskan tentang arti namanya, Augusta Angkasa. Beda langit dan angkasa. Dan alasan kenapa angkasa dan laut itu serasi. Danisa Biru Laut. Karena namaku Biru Laut.

Danis menutup laptopnya dan kembali ke dunia mimpi, di sisi bantalnya ada sebuah agenda kecil, yang didalamnya ada foto laut, langit, Danis dan Wisnu.
>Janji?
>Apa?
>Jangan panggil aku Kakak. Aneh dikuping.
>Ye... maksa, memang kuping itu otak, yang bisa menghitung rasa aneh.



*selesai*

Malang, Oktober-November 2007 
Mengingat tentang langit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar