do not piracy!

do not piracy!
this blog is my creativity

Sabtu, 13 Juli 2013

novela : 13 Juli 2013 [ Mawar-mawar Fa ]

Siapa yang bisa mengingkari kalau manusia senyatanya adalah mahluk sosial, individu yang mandiri namun saling terikat dan membutuhkan satu jasad dengan jasad lainnya. Tanpa pernah mau mengakuinya dengan jujur, seperti itulah yang aku baca, dari apa yang dituliskan Sya dalam suratnya. Surat-surat yang berisikan banyak cerita tentang kehidupannya di tengah lautan yang mengasingkannya dari dunia yang dicintainya setulus hati. Menjauhkannya dari aku, bunda, juga hijaunya taman mawar yang jadi kebanggaan kami. 

Ya, Sya mungkin memang harus jauh dari aku, tapi hati kami saling terpaut dimana pun kami berdiri. Saat langit cerah atau berawan, mereka semua akan menyampaikan kabar diantara kami, lewat bisikan angin atau awan-awan yang melukiskan suasana dan perasaan hati kami saat itu.

Akhir tahun, adalah hari bahagia untuk kami berdua. Tidak ada yang bisa menukar kebahagiaan ini, saat kami lahir dan mulai menjalani hidup sebagai individu mandiri, bernafas dan mencerna hidup dengan cara kami sendiri. Meskipun Sya berada dalam keheningan, dan aku sudah lama bermukim di tengah kegelapan, tapi dari surat-surat Sya yang dibisikkan angin padaku, aku tau... tahun ini harus ada perubahan yang berarti dan menjadikan segalanya lebih baik dari kemarin, karena itu akan menjadikan seorang manusia beruntung. Lebih baik dari hari kemarin.

Happy birthday, Fa. Walaupun sapa ombak sangat mengkhawatirkan, tapi saat ini kami sedang bersandar di dermaga. Kami akan kembali ke tengah laut saat semua kabar buruk yang dibawa angin tentang langit berakhir. Aku harap kita masih bisa saling bertukar cerita, walaupun suara bumi akhir-akhir ini semakin terdengar pilu. Aku jadi ingat ayat yang pernah dibacakan ayah, tentang manusia yang akan membawa kehancuran bagi muka bumi. Ya, kita memang sedang melukai bumi sedikit demi sedikit, dan sekarang sudah semakin parah.

Apa kamu dengar cerita tentang gunung es yang mencair? Kami yang ditengah lautan kadang membicarakannya di antara jam istirahat atau saat shift kerja berakhir. Dan aku paling sering mengobrol dengan Heli, dia sangat peduli dengan sakit bumi akibat kegiatan kami yang melukainya. Penambangan yang sama sekali tidak memperbaharui apa yang bumi butuhkan menjadikan bumi sakit, itu kata Heli. Dalam beberapa tahun lagi aku akan berhenti dari kesibukan di tengah lautan. Aku pasti akan segera pulang, dan berbuat sesuatu untuk memperbaiki semua kesalahan akibat pekerjaan ini. 

Oh, ya! Jangan lupa sirami mawar-mawar di taman kita.

Aku tersenyum sesaat, mengingat hari ini aku belum menjenguk taman pembibitan di belakang rumah. Belum aku memanggil, Henna menghampiriku dan mengantarku ke taman belakang. Henna adalah salah satu sadaran hidupku, sejak aku tidak lagi bisa menjadi sangat mandiri sebagai seorang individu manusia yang bernafas dengan paru-parunya sendiri. Gelap dunia yang kujalani sepanjang usiaku tidak pernah membuatku menyerah untuk bisa berbuat sesuatu dengan tanganku sendiri. 

Aku bisa menulis sendiri, membaca surat dari Sya, dan sering bunda memberiku buku-buku braille untuk aku baca. Terakhir kali sebuah ensiklopedi besar berbahasa Inggris dan Jerman aku pelajari bersama Henna. Oh, ya! Henna sudah lebih tujuh tahun menjadi guruku, tepatnya sejak Sya masuk kuliah, dan aku tak punya teman special untuk berbagi dan mengisi waktu, lalu bunda mengenalkanku pada Henna. Dia tidak buta sepertiku, tidak juga hidup dalam kesunyian seperti Sya. Dan Henna menjadi bagian hidupku yang paling utama, sejak sebuah kecelakaan mengarahkan kehidupanku pada kebergantungan yang lebih dari sekedar mencari cahaya hidup.

Tapi itu semua tidak menghentikan kesibukanku sebagai pengembang bibit mawar dan strawberry. Disela waktu aku masih menulis dan merangkum banyak hal dari yang dikumpulkan Henna untuk aku baca dan ketahui dengan pasti.

Pagi cerah yang dikabarkan angin padaku, saat mereka melewati jendela kamarku hari ini, membawa cerita yang cukup membuatku terkejut. Sya pulang. Dia merengkuhku dalam pelukan yang hangat namun aku tahu dia tengah kedinginan. Dan setelah beristirahat sehari, malam ini dia bercerita banyak tentang satu minggu istirahatnya dari galangan minyak di tengah samudra.

“Hampir lima hari, kami tidak bisa kembali ke lautan. Dan akhirnya aku mengajukan cuti satu minggu. Aku ingin menemuimu dan melihat mawar-mawar kita.”

“Tapi sepertinya semalam angin membawa kabar untukku dari sang awan.”

“Kabar apa?”

“Hujan, dan bencana alam yang belum terselesaikan masalahnya...”

“Tidak usah terlalu kamu pikirkan, selama kita masih baik-baik saja. Itu semua jauh lebih baik dari apapun yang tengah terjadi di muka bumi ini.”

“Tapi apa boleh kita egois bagitu, Sya?”

“Egois?”

“Sya, setiap hari aku bicara dengan tanah, angin yang berbisik, dan mawar-mawar yang bercerita tentang duka karena hujan, badai, longsor, banjir. Dan kamu memintaku mengabaikan semua cerita yang juga disiarkan lewat berbagai media itu?”

“Fa, bukan itu maksud aku.”

“Ok. Tapi aku minta, tolong jangan kamu meremehkan apa yang bisa aku lakukan meski dalam kegelapan dan kelumpuhan ini.”

“Fa, maaf. Tapi jangan menjadikan apa yang memang Allah tanggungkan dalam hidup kita sebagai beban. Sekali lagi maaf.” Sya menggenggam erat jemariku, dengan cara ini kami bicara, karena lisanku bicara mungkin bisa dipahaminya, tapi kalimat dari lisannya, tidak sesempurna itu di telingaku, untuk kupahami. Dan dia mengembalikanku dalam dekapan hangatnya yang selalu dapat damaikan aku.


*bersambung*



Tidak ada komentar:

Posting Komentar